Dari ratusan Daftar Inventarisasi Masalah itu ada sebagian yang memiliki pandangan yang sama antara DPR dan Pemerintah , ada juga yang berbeda , ada yang harus direvisi dan ada yang tetap dipertahankan . Dalam kaitan dengan pembahasan RUU Penyiaran itu Pemerintah dalam hal ini Menteri Kominfo Tifatul Sembiring hari ini ( 23/9 ) menyampaikan pandangan Pemerintah terhadap pembahasan RUU Penyiaran itu dihadapan Komisi I DPR RI . Berikut kuitipan informasi dari Jurnal Parlemen : Menteri
Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring mengatakan
pemerintah mendukung pembahasan dan penyelesaian RUU Penyiaran bersama
DPR, sebagai upaya perbaikan regulasi penyiaran dalam negeri, agar
lebih baik lagi dari saat ini. Dengan demikian, upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui tayangan media penyiaran dengan
program-program berkualitas yang mendidik, bisa tercapai.
Saat
Rapat Kerja dengan Komisi I, Senin (23/9), Tifatul mengatakan,
pemerintah sependapat dengan DPR bahwa pembentukan RUU Penyiaran
dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang komprehensif dalam
penyelenggaraan penyiaraan di Indonesia. "Karena itu, pemerintah
berpandangan serta menyarankan dalam pembahasan RUU ini nantinya kita
senantiasa berpegang pada UUD NRI Tahun 1945 dan peraturan
perundang-undangan, antara lain UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan," ujarnya.
Lebih lanjut Tifatul
mengatakan, pembahasan RUU penyiaran ini hendaknya juga memperhatikan
putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sejumlah pasal dalam UU Nomor
32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, seperti putusan MK No 06 Tahun 2009
yang mengatur mengenai larangan penayangan iklan rokok di televisi dan
putusan MK No 78 Tahun 2011 mengenai pengaturan permodalan kepemilikan
asing, pemusatan kepemilikan, dan kepemilikan silang.
"Pemerintah
berpandangan bahwa perubahan yang diusulkan dalam RUU Penyiaran ini
harus berorientasi pada perbaikan yang berbasis efisiensi dan
efekvifitas, juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan
keberlangsungan penyelenggaraan penyiaraan. Dan, penyelenggaraan
penyiaraan yang sesuai dengan jati diri dan identitas bangsa," tuturnya.
Menteri
asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, perubahan
terhadap UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tentunya harus selaras
dengan misi bersama, dalam menjaga keutuhan NKRI , meningkatkan
pertumbuhan industri penyiaran, memperluas akses masyarakat terhadap
informasi, dan meningkatkan peranan penyiaran dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui pengawasan isi siaran.
Tifatul
mengatakan, RUU Penyiaran harus tetap menjaga atas keberagaman isi,
keberagaman kepemilikan media, yang menjadi filosofi lahirnya UU No 32
Tahun 2002. "Pemerintah dalam kesempatan ini usulkan, dalam
penyelenggaraan penyiaran bahwa penyiaran semestinya diselenggarakan
dalam sistem penyiaran nasionalnya. Di mana spektrum frekuensi radio
dikuaasi oleh negara dan dikelola oleh pemerintah," ujarnya.
Sistem
penyiaran nasional, tambah Tifatul, diselenggarakan dengan sistem
penyiaran lokal, sistem stasiun jaringan, dan penyiaran nasional.
Sementara, jasa penyiaran secara umum terdiri dari jasa penyiaran
radio, dan jasa penyiaran televisi. Masing-msing jenis jasa penyiaran
tersebut diselenggarakan oleh lembaga penyiaran publik, lembaga
penyiaran swasta, dan lembaga penyiaran komunitas serta lembaga
penyiaran berbayar. "Penyelenggaraan tersebut dengan memperhatikan
dengan memperhatikan perkembangan teknologi," tandasnya.
6 |